Di hari
yang sedang bercuaca cerah, di sebuah rumah seorang anak bernama , melihat orang tuanya sedang
bertengkar dengan hebatnya, kemudian
mencoba untuk melerai pertengkaran tersebut.
Setting di rumah
Ibu
: bapak tuh gimana sih anak istri kok gak pernah dikasih nafkah ! (sambil menghampiri
bapak)
Bapak
: ada apa sih ibu ini, bapak pulang kerja kok malah dimarah-marahin bukannya
dibikinin kopi,
Ibu
: gimana mau bikin kopi? Gula aja udah habis belum bisa beli lagi dan bapak tau tagihan listrik di rumah kita ini
belum dibayar ! Zhata juga belum bayar uang sekolah (membentak)
Bapak
: ibu pikir cari uang itu gampang ? sekali kerja langsung bisa dapat uang
banyak ? (menatap ibu dengan serius)
Zhata
: bapak… ibu… cukup. Hentikan.(dengn
suara tinggi)
Ibu : kamu
anak kecil, tidak tahu apa-apa. Jangan ikut campur. Pergi sana..!!
Bapak
: ibu ini !!!!!!!
Mendengar
ucapan ibunya yang menyuruhnya pergi, tidak
tahan dan memutuskan untuk pergi dari rumah.
:
sebaiknya aku pergi saja dari rumah. Bapak dan ibu sudah tidak memperdulikanku
berada di sini.
Kemudian
pergi dari rumah tanpa berpamitan denan kedua orangtuanya. Dia pergi dengan
naik kereta.
Setting di stasiun
Sampai
di stasiun, turun dari kereta yang dinaikinya
:
bagaimana ini? Aku harus berbuat apa? (celingak-celinguk)
Aku harus tinggal dimana? (berjalan
dan menengk kanan-kirai mencari tempat istirahat)
Tiba-tiba
saat berhenti dipinggir
jalan, seseorang mencegatnya.
Pemalak: hei, kamu pasti orang kota dan kaya kan?
: (bingung dan
ketakutan) iya, saya orang kota. Tetapi saya tidak kaya.
Pemalak: ooo
begitu. Kalau begitu pasti kamu membawa uang kan dari rumah. Cepat berikan
semua unagmu.!
:
tapi, uang itu untuk biaya hidup saya. Saya baru saja pergi dari rumah.
Pemalak: aku tidak peduli. Cepat berikan uangnya atau
nyawamu akan hilang. (menegeluarkan
pisau lipat dari saku celana)
: (muka takut) iya, iya, (mengambil uang dar saku). Ini uangnya.
Setelah
mengambil uang dari , pemalak itu
langsung pergi.
:
haaah…. Bagaimana ini, uangku sudah habis. Akupun belum mendapatkan tempat
tinggal. (bingung). Kalau begini aku
harus bekerja sendiri untuk mencari uang , agar aku bias makan. (melanjutkan perjalanan untuk mencari pekerjaan).
Saat
berjalan untuk mencari pekerjaan, mertemu
seorang pengamen yang tinggal didaerah itu.
Pengamen : hei, kamu sedang apa disisni? (mendekati )
: aku….
Pengamen :
kamu ini dari mana? Dan mau apa datang kesini?
: aku dari luar kota , aku kabur dari rumah
karena bapak dan ibuku sudah tidak peduli lagi padaku.
Pengamen :
kenapa harus kabur. Bukannya lebih enak tinggal bersama orangtuamu . dan pasti
oarangtuamu itu orang kaya kan? Kalau begitu apa yang membuatmu kabur dari
rumah?
: aku
sudah tidak betah beradadi rumah, setiap hari orangtuaku bertengkar.
( dan pengamen berjalan mencari tempat duduk).
: oh iya, namaku . namamu siapa?
Pengamen : aku
: apakah aku boleh ikut mengamen bersamamu?
Aku tadi dipalak orang, uangku habis diminta emalak itu, jadi aku sudah tidak
punya apa-apa.
Pengamen :
boleh saja. Tapi aku tidak mengamen setiap hari. Aku hanya mengamen kalau aku
sedang tidak berjualan hasil memulung.
: kalau begitu, aku akn ikut kamu
mengamen dan memulug. Boleh?
Pengamen : (mengangguk)
Setelah
kenal dengan pengamen itu, ikut
mengamen dan untuk sementara waktu tinggal
di rumah si pengamen.
Beberapa
hari berikutnya. Di pagi yang cerah.
Pengamen : ayo kita berangkat memulung. Nanti keburu
cuacanya panas.
Pengamen dan : (berjalan mencari barang rongsokan yang bisa dijual)
Seting Dipinggir rel kereta. Tempat
mengumpulkan barang hasil memulung.
Juragan : datang juga kamu. Dapat banyak tidak hari
ini?
Pengamen : iya lah juragan. Aku dibantu teman baru
ini. (menyerahkan barang hasil memulung)
Juragan :
bagus, kalau begitu. Ini upahnya. Besok kau cari yang banyak lagi ya. (memnyerahkan upah)
Pengamen dan :
makasih juragan. (berjalan meninggalkan tempat pengumpulan
barang hasil memulung)
: kita mau kemana setelah ini?
Pengamen : kita akan mengamen.
: (mengagguk).
Merasa terbiasa,
setelah menjalani kehidupannya si stasiun tanpa sedikitpun kemewahan. Ia menjadi
anak yang tidak mudah menyerah.
Wiu….wiuuuu…wiu…..
Teman 2 :
kalian dengar tidak? Itu suara sirine mobil polisi.
Teman 3 ; iya, itu
suara sirine mobil polisi
Teman 4 : kalau
begitu kita harus pergi sekarang
: kenapa harus pergi. Kan hanya polisi? (bingung)
Pengamen: pokoknya kita harus lari. Ayo cepat pergi.
Pengamen dan teman 2,3,4 : (lari
meninggalkan )
: (bingung, tengok
kanan kiri)
Polisi
1 : itu...itu...itu dia lari kesana cepat kamu kejar dia (sambil menunjuk
kearah Zhata)
Polisi
2 : iya, (lari meninggalkan polisi 1 untuk mengejar zhata)
(Polisi berhasil
menangkap dan membawanya
pergi)
Polisi
2 : hayo kamu mau pergi kemana ? (sambil memegang tangan Zhata)
Polisi
1 : nah kecekel we, kamu ini masih muda kok kerja kayak gini, mau jadi apa
besarnya ? (datang mendekati polisi 2 dan Zhata)
:ada apa ini pak? saya mau dibawa kemana? Saya tidak mau,
saya mau pulang.. Lepaskan!
(sambil meronta-ronta minta dilepaskan)
Polisi 2 : ayo kamu harus ikut kami ke
kantor ! (menarik Zhata)
Zhata
: tapi saya mau diapakan pak ? saya kan tidak berbuat apa
Hari berikutnya.
Teman 3: mana si ,
kok tidak kelihatan?
Teman 4 : iy, biasanya kan dia sama kamu. (menunjuk si pengamen)
Pengamen: dia tertangkap razia polisi kemarin.
Teman 2 : salah dia sendiri kenapa dia tidak ikut lari
bersama kita kemarin.
Pengamen : dia tidak tahu kalu itu razia. Makannya ia
tidak lari.
Uang
tertangkp razia polisi, ternyata melarikan diri dan kembali ke stasiun.
( berjalan
kearah teman2nya)
:
kenapa kalian tidak menolongku kemarin?
Pengamen
: lho, bukannya kamu tertangkap razia polisi kemarin?
: iya aku
memang tertangkap tapi aku melarikan diri. Kenapa kalian tidak menolongkukemarin?
Teman 3 :
bagaimana mau menolong, kita takut akantertangkap juga.
:
lalu kenapa tidak member tahu kalau ada razia?
Teman 4 :
kami kan sudah memberi tahumu untuk berlari. Kenapa kau sendiri tidak lari.
Teman 2 :mungkin
telinganya tersumbat. Kau tidak mendengar kalau kemarin kami sudah mengajakmu
berlari?
:
aku tidak berlari karena kalian tidak bilang kalau itu razia.
Teman 3 :
bodoh sekali dirimu, kau tahu tidak kalau razia itu akan menangkap orang2
seperti kita?
:
oooo. Jadi kalian menganggap aku bodoh. Baik aku memang bodah, aku memang bodoh
berteman dengan kalian yang hanya bisa menyalahkan dan senang kalau temannya
menderita.
Pengamen :
aku tidak begitu. Aku tidak senang kalau kamu menderita.
: kamu tidak usah pura-pura membelaku.
Pengamen :
(diam)
Teman 2
: biarkan saja dia. Dasar orang kota. Egois.
:
apa kamu bilang?
Teman 2,3,4 :
egois
Teman 3 :
jangan coba-coba kamu mancari uang lagi disini. Kamu itu hanya pendatang. Awas
kamu.
: (muka kesal)
kenapa kau tidak ikut pergi dengan mereka?
Pengamen :
aku, ingin menemanimu.
: nanti kamu dimusuhi mereka kalau kamu masih berteman
denganku.
Pengamen :
tidak apa-apa. Nanti kamu sendirian, kamu kan belum kenal betul dengan daerah
di sini.
:
(diam)
Pengamen :
sudahlah lupakan. Ayo kita bekerja lagi. Masih banyak pekerjaan yang menunggu
kita.
: (mengangguk) makasih, kamu mau menjadi
temanku, kita harus selalu bersama.
Pengamen :
iya, sama-sama. Kau tahu, semua orang itu sama, hanya berbeda pemikirannya.
Sejak
saat itu menjadi paham apa arti
hidup yang sebenarnya. Ia mencobamenghargai orang lain dan tidak terburu-buru
saat mengambil keputusan, seperti saat ia mengambil keputusan untuk pergi
meninggalkan rumah.