Ada
sesuatu yang ingin kukatakan padamu sejak dulu. Sampai sekarang aku belum
mengatakannya… yah, karena berbagai alasan. Dan alasan utamanya adalah karena
aku takut.
Kalau
aku mengatakannya, reaksi apa yang kau berikan?
Apakah
kau akan menerima pengakuanku?
Apakah
kau akan percaya padaku?
Apakah
kau masih menatapku seperti ini?
Atau
apakah justru kau akan mejauh dariku?
Meniggalkanku?
Tapi
aku tahu aku harus mengatakannya padamu. Aku tidak mungkin menyimpannya
selamanya, aku hanya berharap satu hal padamu.
Jangan
pergi dari sisiku.
Tetaplah
di sisiku.
Ahh…
kata-kata dalam novel itu sangat menyentuh. Bahasanya terdengar indah sekali.
Entah mengapa jika membacanya aku merasa damai. Padahal itu hanya sebuah
tulisan dari pengarang yang tidak memperlihatkan wajah dan identitasnya.
“Hei,
kau sedang apa di sini? Semua orang di kelas sibuk mencarimu, tapi kau malah
mendekam di sini. Ayo keluar dan segeralah kau bantu kami.”
Yuuki
tertawa hambar. “Memangnya apa gunanya aku bagi kalian?”
Tsukasa
terkejut mendengar pertanyaannya. Kenapa Yuuki tiba-tiba bertanya seperti itu.
Apakah Ia sedang dalam masalah. “Apa yang kau katakan? Tidak biasanya kau
seperti ini. Masalah apalagi yang sedang kau hadapi.” Tsukasa mendekatinya yang
sedang duduk di sudut perpustakaan.
“Tidak
ada masalah apapun. Aku hanya sedang malas. Jangan kau anggap serius
pertanyaanku tadi.” Yuuki menutup buku yang ia baca dan berdiri untuk
mengembalikan buku itu ke tempatnya semula.
“Kau
masih membaca buku itu ya? Kau tidak bosan dengan isinya?”
“Apa
pedulimu? Terserah aku mau membaca berapa kalipun buku itu. Tidak ada urusannya
denganmu.” Yuuki menuju pintu keluar perpustakaan.
Tsukasa
bingung dengan perlakuan Yuuki kepadanya. Apa ia melakukan hal yang tidak
disukai Yuuki ataukah ada hal lain. “Hey! Tunggu dulu. Kenapa sikapmu seperti
ini padaku? Apa salahku?”
“Tidak.
Kau tidak salah apa-apa. Dan jangan ikuti aku.”
Gadis
ini benar-benar membuat Tsukasa bingung. “Siapa bilang aku mengikutimu? Dan kau
pikir untuk apa aku ke sini kalau bukan gara-gara kau?”
Yuuki
mengangkat kedua tangannya. “Yah terserah kau sajalah. Itu juga alasan, bukan?”
“Hey!
Yuuki!” panggil seseorang dari jauh. ”Dari mana saja kau? Aku mencarimu
kemana-mana. Kau sengaja bolos tugas ya? Dan kau Tsukasa, apa yang kau lakukan
di sini? Bukankah tadi kusuruh kau mengecat papan nama? Sekarang tugasmu belum
selesai, kan. Kenapa kau enak-enakan ngobrol dengan Yuuki? Kau tahu kan
Tsukasa, kalau papan nama itu adalah pion terpenting? ” Jarinya yang lumayan
panjang itu ditudingkan ke arah muka Tsukasa. “Kalian tau kan, kalau masa-masa
sebelum festival perayaan ulang tahun sekolah itu adalah masa-masa paling sibuk
bagi murid maupun guru? Tolong pahami situasi dong.” Ia memandangi Yuuki dan
Tsukasa secara bergantian. “Kalian mengerti? Dan kalau sudah mengerti, cepat
kerjakan tugas kalian.”
Tsukasa
angkat bicara. “Yamada, aku tadi…”
“Etetetet…
Tidak ada alasan lagi.” sergah Yamada sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya.
“Tsukasa,
kau sudah menemukan Yuuki? Ahh… Kau di sini Yuuki? Kau dipanggil Kak Seto di
ruang OSIS. Ayo ikut aku.” Misa menggandeng tangan Yuuki dan cepat-cepat meninggalkan
Tsukasa dan Yamada. “Oh ya Tsukasa, terima kasih sudah menemukan Yuuki.”
“Eh?
Jadi kamu bukan berniat untuk bolos Tsukasa?”
Tsukasa
melipat tangannya. “Kau pikir bagaimana Yamada?”
“Kalau
begitu maafkan aku. Kau tau sendiri, kan? Bagaimana diriku ini? Jika sudah
bicara tentang pekerjaan maka…”
“STOP!”
Tsukasa menghentikan kata-kata Yamada dengan kedua tangannya. “ Lebih baik kita
lanjutkan pekerjaan kita dari pada kita di sini.”
“Ah…
Baiklah.” Jawab Yamada menurut.
Di
ruang OSIS.
“Selamat
siang?”
“Hai
Yuuki. Lama tidak bertemu. Bagaimana keadaanmu dan keluargamu?”
“Kurasa
baik.” Alis Yuuki terangkat.“ Senior tidak memanggilku ke sini hanya untuk
menanyakan kabarku kan?”
Seto
tertawa. “Tentu saja tidak. Ada hal yang ingin kutanyakan padamu. Bukankah kau
ketua club merangkai bunga kan, Yuuki?” Tanya Kak Seto pada Yuuki.
“Iya.
Ada keperluan apa sehingga senior yang ketua osis ini memanggilku?”
Seto
berpikir, kenapa Yuuki begitu sopan padanya. “Hmm… Kenapa cara bicaramu begitu
sopan padaku Yuuki? Bukankah kita ini teman lama?”
Yuuki
berpikir sebentar. “Yah… Kukira ini akan membuat senior senang. Apa senior
keberatan?”
Seto
tersenyum. “Wah… Kalau begitu lanjutkan sajalah.”
“Dan…
Kita ke topik semula. Ada apa senior memanggilku?”
Wajah
Seto berubah menjadi serius. “Begini, sebenarnya kami membutuhkan bantuanmu.”
“Bantuan
apa? Kenapa wajah senior menjadi serius begini?”
“Maukah
clubmu membantu kami menghias setiap jalan masuk festival ini dengan bunga dan keahlianmu
memperindahkannya?”
Yuuki
tersenyum senang. “Itu suatu kehormatan. Tachibana Yuuki siap membantu. Serahkan
saja pada kami. Senior tenang saja. Percayakan pada kami.”
“Baiklah.”
Seto membungkukkan badannya. “ Terimakasih banyak. Kami akan sangat terbantu.
Mohon kerjasamanya.”
Yuuki
membalas membungkuk. “Sama-sama. Mohon kerjasamanya juga.”
Di
ruang club merangkai bunga.
Ruangan
ini terbuat dari kaca, atau tepatnya biasa disebut sebagai rumah kaca. Banyak jenis
tumbuhan yang ditanam di dalam rumah kaca ini. Berbagai macam bunga pun ada
dengan macam-macam warna dan makna.
“BRAAKK!”
yuuki membanting pintu ruang club dengan nafas yang terengah-engah. Lalu dia
tersenyum pada seluruh anggota club yang ada di ruangan itu. “Kita.. hosh..
hosh… mendapat… kan… tawa…ran… hosh…hosh… besar… dari… O…SIS.”
“Bernafaslah
dulu ketua, baru kau katakan apa yang ingin kau katakan.”
Yuuki
mengatur nafasnya.
Setelah
merasa nafas Yuuki sudah normal, Ai sang wakil ketua club meminta Yuuki untuk
menjelaskannya pelan-pelan. “Jadi, apa yang ingin kau katakan?”
“Kita
mendapat tawaran besar dari OSIS.” Yuuki menjawabnya dengan semangat.
“Tawaran
besar? Tawaran besar apa?” Tanya Ai.
“Tadi
ketua OSIS memanggilku. Lalu meminta kita untuk membantu OSIS menghias setiap
jalan masuk festival dengan bunga. ”
Ai
yang tadinya berwajah senang kini berubah menjadi agak khawatir. “Benarkah itu
ketua? Itu memang suatu kehormatan untuk kita. Tapi, biasanya OSIS kan membayar
orang lain untuk melakukannya? Lagipula ini kan tawaran yang lumayan sulit
untuk kita. Apa kita bisa menyelesakannya dengan baik? Kita juga belum pernah
menerima tawaran yang sebesar ini.”
Semua
anggota club merasa senang dan juga khawatir. Senang karena sekarang sudah mendapatkan pengakuan
dari OSIS. Dan khawatir karena takut tidak bisa menyesuaikan dengan selera para
anggota OSIS.
Dahulu, OSIS bahkan tidak menggubris adanya
club merangkai bunga. Mereka pikir merangkai bunga hanyalah mencampurkan
berbagai macam bunga menjadi satu. Padahal merangkai bunga merupakan seni yang memanfaatkan
tanaman peliharaan maupun tanaman liar menjadi sesuatu yang bisa dinikmati
keindahannya. Merangkai bunga lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai
kesempurnaan dalam merangkai bunga. Rangkaian bunga menciptakan harmoni dalam
bentuk garis, ritme, dan warna. Dalam merangkai bunga tidak mementingkan
keindahan bunga, tetapi pada perasaan dan pada aspek pengaturannya.
Yuuki
berpikir sebentar. “Memang iya sih. Tapi kali ini senior Seto sendiri yang
memintanya kepadaku. Bagaimana mungkin aku menolaknya? Lagipula sepertinya ini
menarik. Memang sih, semenjak club ini berdiri kita hanya mendapat tawaran
membuat buket bunga saja. Tapi…” Yuuki meletakan kedua tangannya di
pinggangnya. “Apakah kalian melupakan seseorang yang ahli dalam bidang ini,
hah?”
Anggota
club terlihat bingung, salah satunya Sayako. “Tapi, bukankah anggota club ini
hanya ada enam orang?” Sayako menghitungnya dengan jari tangannya. “Ketua, Ai,
aku, Naomi, Kyoko, Chika, dan pembimbingnya Matsuyama sensei (guru). Hanya itu
kan?”
Anggota
lain menyetujui pernyataan Sayako dengan mengangguk-anggukan kepala mereka. Dan
merasa heran kenapa di club ini ada yang lebih berpengalaman.
Yuuki
merasa lebih heran lagi. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan mengangkat kedua
tangannya. “Ahh… Kasian, ternyata ia sudah dilupakan oleh seluruh anggota club
ini.” Lalu mimik mukanya berubah menjadi serius. “Apa kalian lupa kalau club
kita juga punya penasehat club?”
Naomi
menepuk tangannya sendiri. “Ah! Iya. Hasegawa sensei! Bagaimana kita bisa
melupakannya?”
Yuuki
merasa lega. “Akhirnya ia tidak jadi terlupakan.”
“Karena
ia tidak pernah kelihatan, kita jadi tak mengingatnya.” Kata Chika disertai
anggukan teman-temannya. “Tapi, sekarang ia ada di mana?”
“Tentu
saja di tempat kesayangannya, yaitu di toko bunga HIMAWARI. Aku akan memintanya
ke sini.” Yuuki mengeluarkan ponsel dari balik sakunya.
“Halo.”
“Hasegawa
sensei, bisakah kau ke sekolah sekarang juga?”
“Maaf,
aku bukan seorang guru sekolah seperti yang kau katakan.” Kata seseorang dari balik telepon.
“Yah…
Aku juga tau kalau kau bukan seorang guru sekolah. Dan yang aku tau, kau adalah
penasehat club merangkai bunga SMA Tatsuno, kan?”
”Tachibana
Yuuki?”
“Kau
tidak menyimpan nomor ponselku sensei? Ataukah kau lupa siapa Tachibana Yuuki,
keponakanmu? Dan baru sebentar kau ingat aku?” Jawab Yuuki tanpa jeda.
Hasegawa
tertawa. “Tolong maafkan hamba tuan putri. Ponsel hamba pernah mengalami
perbaikan sehingga data yang tersimpan di dalamnya terhapus seluruhnya,
termasuk nomor ponsel anda tuan putri.” Gurau Hasegawa.
Yuuki
menanggapi gurauan Hasegawa. “Baiklah, kukira itu sudah bisa menjadi alasan.
Jadi, kuperintahkan kau untuk kesini.”
Hasegawa
tertawa terkekeh-kekeh. “Baiklah cantik. Aku akan segera ke sana.”
“Hey,
kalau seperti itu, suaramu terdengar seperti seorang banci.” Ejek Yuuki.
“Berarti
aku punya bakat.” Canda Hasegawa.
Yuuki
mulai kesal. “Ah… sudahlah! Cepat kau ke sini!”
Hasegawa
belum menghentikan tawanya. “Baiklah, aku ke sana sekarang juga. Sampai bertemu
nanti.”
Seorang
laki-laki berumur sekitar 27 tahun terlihat memasuki ruangan club merangkai bunga.
Wajahnya terlihat tampan dan badanya pun tinggi dan berisi. Pasti banyak wanita
yang menyukainya. Ia terlihat kebingungan saat memasuki ruangan, karena tidak
ada satu anggotapun di club merangkai bunga yang ada di ruangan clubnya. Ah…
ternyata dugaannya salah. Ada seorang gadis yang duduk di sudut ruangan itu.
Gadis itu terlihat serius pensil dan buku yang lumayan tebal. Ia lalu mendekati
gadis itu dan memeluknya dari belakang. “Haii keponakanku yang manisss! Sedang
apa kau di sini sendiri? Mana teman-temanmu yang lain?”
Yuuki
kaget karena ada seseorang yang tiba-tiba memeluknya. Ia pun memukulkan bukunya
ke orang itu. “Apa-apan kau? Cari masalah ya Hasegawa? Dasar om-om.”
Hasegawa
melenguh. “Kau tega sekali memukulku. Padahal waktu kecil kau suka sekali
kugendong.
“Kau
mau mengajakku ribut ya?” Tantang Yuuki.
“Baiklah…
baiklah. Sekarang di mana teman-temanmu?”
“Entahlah.
Ku kira mereka sedang punya urusan pribadi.”
“Oh…
Lalu, kau sedang apa?”
“Sedang
menggambar sketsa untuk hiasannya. Aku bingung memilih tema tentang apa. Dan
aku juga ragu kalau para anggota OSIS tidak suka dengan tema ini.”
“Kenapa
kau tidak bertanya saja pada yang bersangkutan?”
“Ah,
benar juga. Kadang-kadang kau berguna juga Hasegawa sensei.”
“Hei
hei… Aku penasehat kalian jadi, jangan remehkan aku.”
“Baiklah.
Kurasa anggota yang lain akan datang sebentar lagi. Aku akan menemui ketua OSIS
dulu. Tolong tunggu di sini ya sensei?” Yuuki melambaikan tangannya.
Di
ruang OSIS.
Yuuki
sampai di depan ruan OSIS. Ia membuka pintu ruangan itu dengan hati-hati.
Ruangan itu terasa sepi. Hanya ada seorang saja di dalam sana. Orang itu
berdiri melihat ke luar jendela. “Senior?” sapa Yuuki.
Seto
tersadar dari lamunanya. “Ah, kau rupanya Yuuki. Ada apa?”
“Begini,
aku kesulitan untuk menentukan tema yang harus kita angkat dalam menghias jalan
masuk nanti. Apakah senior ada usulan?” Yuuki langsung menyatakan permasalahan
yang sedang ia hadapi.
“Begitu
ya? Hmm… Mungkin aku ada ide.” Seto memandang Yuuki. “Festival ini kan mengenai
ulang tahun sekolah. Jika ada seseorang yang ulang tahun, apa yang akan kau
lakukan?”
“Kurasa
memberikannya selamat dan kado.” Jawab Yuuki ragu-ragu.
“Itu
juga tidak salah sih. Tapi, kita juga berharap agar dia lebih baik dari
sekarang bukan? Bagaimana kalau temanya tentang harapan untuk menjadi yang
lebih baik?”
Yuuki
berpikir sejenak. “Kurasa itu ide yang sangat bagus.”
Tsukasa
muncul dari balik pintu. “Kakak?” Ia melihat kakaknya dan Yuuki sedang
berbincang-bincang. “Kau di sini Yuuki?”
“Ada
apa Tsukasa?” Tanya Seto.
Wajah
Tsukasa terlihat gugup. “Tidak apa-apa. Nanti saja aku beri tahu. Kalian sedang
apa?”
“Kami
sedang membahas tentang tema hiasan festival nanti” Yuuki ikut menyela.
“Kau
ini, kalau membahas masalah bunga pasti semangat.” Kata Tsukasa kepada Yuuki.
Yuuki
menimpalinya. “Tidak ada yang melarang kok.”
“Baiklah
kalian berdua, tolong hentikan. Sudah lama kita tidak berkumpul bertiga seperti
ini. Nikmatilah saat-saat seperti ini.” Sela Seto.
Yuuki
menunjuk Tsukasa. “Aku tidak mau menikmati ini dengannya.” Ia pun pergi begitu
saja.
“Kurasa
kau di benci ya Tsukasa?” Tanya Seto.
“Apa
menurut kakak begitu?” Tsukasa diam sesaat. “Aku juga merasa begitu.”
Di
ruang club merangkai bunga.
“Kau
sudah membicarakannya?” Tanya Hasegawa kepada Yuuki yang baru saja masuk ke ruangan.
“Ya.
Aku sudah mendapatkan ide yang bagus. Aku akan mengangkat tema tentang sesuatu
yang baik. Bagaimana?”
“Aku
suka tema itu ketua.” Kata Ai.
“Kalian
sudah di sini rupanya. Dari mana saja kalian?” Tanya Yuuki kepada temannya.
“Maaf
ketua. Kita ada urusan kecil.” Jawab Ryoko sambil matanya berkedip genit kepada
Hasegawa sensei. Saat itu Hasegawa sensei juga melihatnya. Sepertinya Hasegawa
sensei merasa tidak enak kalau dipandangi seperti itu.
Hasegawa
megalihkan pandangan matanya. “Jadi, konsep apa yang akan kau buat?”
“Kurasa
aku akan memakai bunga almond yang berarti harapan, aster untuk cinta, lalu
chamomile untuk kesabaran, chrysanthemum white untuk kebenaran, crocus untuk
kebahagiaan, daisy untuk kesucian, zinnia white untuk kebaikan. Bagaimana
sensei?”
“Tidak
buruk. “ Puji Hasegawa. ”Dan kalau boleh, aku mengusulkan beberapa bunga lagi,
yaitu poppy yellow untuk kesuksesan, rose hibiscus untuk kecantikan yang
lembut, bluebell untuk keteguhan, lalu calendula untuk kegembiraan.”
“Kita
sesuaikan bunga-bunganya. Kita padukan bunga yang mempunyai warna yang sama menjadi
satu, lalu kita kelilingi dengan bunga yang berwarna putih. Jika sudah selesai,
kita pasang di sepanjang jalan menuju festival. Dan gerbang utama kita bagikan
buket-buket bunga kepada pengunjung. Bagaimana?” Yuuki menunggu reaksi dari
Hasegawa.
Hasegawa
berpikir sejenak tentang konsep yang dijelaskan oleh Yuuki. “Kurasa itu bagus.
Dan jangan lupa kau menghias pintu utamanya dengan warna yang enak dipandang
mata.”
Yuuki
berdiri dari duduknya dan meletakan kedua telapak tangannya di atas meja.
“Baiklah, mulai besok kita harus berjuang. Kalian siap kan teman-teman?”
“Kami
siap ketua!” jawab mereka serentak.
Hasegawa
tersenyum. “Baiklah kalau begitu, berjuanglah.”
Di
ruang OSIS.
“Tadi
kau mau bilang apa Tsukasa?” Tanya Seto kepada adiknya.
Tsukasa
tergagap. “Begini… Apa kakak tidak punya maksud lain kepada Yuuki?”
Seto
bingung dengan apa yang dikatakan adiknya. “Apa maksudmu?”
“Tidak
biasanya kakak menyerahkan tugas untuk menghias jalan masuk festival pada orang
dalam kan? Dan kenapa sekarang kakak malah memakai orang dalam?”
“Ternyata
itu? Aku hanya ingin mengetahui bakatnya saja. Tidak lebih. Kenapa kau tanya
seperti itu?”
“Ah,
tidak. Hanya penasaran saja. Dari dulu kan kakak sering menjahilinya diam-diam.
Kukira kakak belum berubah.”
“Kau
mengkhawatirkannya ya?”
Tsukasa
berpikir. “Kurasa tidak.”
SMA
Tatsuno 10 juni, 10.00 AM. Hari Festival Ulang Tahun Sekolah.
“Ini
indah sekali.” Alis Seto terangkat. “Apakah benar ini clubmu yang
mengerjakannya?”
Yuuki
sangat bangga dengan hasil jerih payahnya dan anggotanya. “Tentu saja. Senior
pasti tercengang melihatnya.”
“Kuakui
itu. Untuk pekerjaan yang baru pertama kali kau lakukan, kau cukup pintar.
Kurasa clubmu nanti akan menerima banyak tawaran.”
“Kakak
jangan terlalu memujinya. Kalau terlalu banyak dipuji nanti kemampuan yang ia
miliki akansemakin berkurang. Lagi pula
banyak orang yang lebih ahli daripada dia.” Sela Tsukasa.
Yuuki
mulai naik darah. “Apa maksud kata-katamu itu, hah? Aku memang benci padamu.”
Tsukasa
merasa dirinya menang karena ia berhasil membuat Yuuki marah. Tsukasa
mengangkat kedua tangannya. “Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu.”
“Tsukasa
bodoh!”
“Terserah.”
“Tsukasa
jelek!”
“Tapi
pada kenyataannya aku adalah seorang pria tampan.”
Seto
sudah angkat tangan untuk melerai mereka. “Kalian lanjutkan saja pertengkaran
kalian. Aku akan pergi.”
Tsukasa
berlari kecil menuju Seto. “Ah, kak. Aku ikut.”
Yuuki
mengikuti mereka. “Hey! Aku belum selesai denganmu!”
THE END
0 komentar:
Posting Komentar