Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

YUUKI’S CLUB oleh: Titi Wijayanti XI Bahasa MAN Yogyakarta 1


Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu sejak dulu. Sampai sekarang aku belum mengatakannya… yah, karena berbagai alasan. Dan alasan utamanya adalah karena aku takut.
Kalau aku mengatakannya, reaksi apa yang kau berikan?
Apakah kau akan menerima pengakuanku?
Apakah kau akan percaya padaku?
Apakah kau masih menatapku seperti ini?
Atau apakah justru kau akan mejauh dariku?
Meniggalkanku?
Tapi aku tahu aku harus mengatakannya padamu. Aku tidak mungkin menyimpannya selamanya, aku hanya berharap satu hal padamu.
Jangan pergi dari sisiku.
Tetaplah di sisiku.

Ahh… kata-kata dalam novel itu sangat menyentuh. Bahasanya terdengar indah sekali. Entah mengapa jika membacanya aku merasa damai. Padahal itu hanya sebuah tulisan dari pengarang yang tidak memperlihatkan wajah dan identitasnya.

“Hei, kau sedang apa di sini? Semua orang di kelas sibuk mencarimu, tapi kau malah mendekam di sini. Ayo keluar dan segeralah kau bantu kami.”
Yuuki tertawa hambar. “Memangnya apa gunanya aku bagi kalian?”
Tsukasa terkejut mendengar pertanyaannya. Kenapa Yuuki tiba-tiba bertanya seperti itu. Apakah Ia sedang dalam masalah. “Apa yang kau katakan? Tidak biasanya kau seperti ini. Masalah apalagi yang sedang kau hadapi.” Tsukasa mendekatinya yang sedang duduk di sudut perpustakaan.
“Tidak ada masalah apapun. Aku hanya sedang malas. Jangan kau anggap serius pertanyaanku tadi.” Yuuki menutup buku yang ia baca dan berdiri untuk mengembalikan buku itu ke tempatnya semula.
“Kau masih membaca buku itu ya? Kau tidak bosan dengan isinya?”
“Apa pedulimu? Terserah aku mau membaca berapa kalipun buku itu. Tidak ada urusannya denganmu.” Yuuki menuju pintu keluar perpustakaan.
Tsukasa bingung dengan perlakuan Yuuki kepadanya. Apa ia melakukan hal yang tidak disukai Yuuki ataukah ada hal lain. “Hey! Tunggu dulu. Kenapa sikapmu seperti ini padaku? Apa salahku?”
“Tidak. Kau tidak salah apa-apa. Dan jangan ikuti aku.”
Gadis ini benar-benar membuat Tsukasa bingung. “Siapa bilang aku mengikutimu? Dan kau pikir untuk apa aku ke sini kalau bukan gara-gara kau?”
Yuuki mengangkat kedua tangannya. “Yah terserah kau sajalah. Itu juga alasan, bukan?”
“Hey! Yuuki!” panggil seseorang dari jauh. ”Dari mana saja kau? Aku mencarimu kemana-mana. Kau sengaja bolos tugas ya? Dan kau Tsukasa, apa yang kau lakukan di sini? Bukankah tadi kusuruh kau mengecat papan nama? Sekarang tugasmu belum selesai, kan. Kenapa kau enak-enakan ngobrol dengan Yuuki? Kau tahu kan Tsukasa, kalau papan nama itu adalah pion terpenting? ” Jarinya yang lumayan panjang itu ditudingkan ke arah muka Tsukasa. “Kalian tau kan, kalau masa-masa sebelum festival perayaan ulang tahun sekolah itu adalah masa-masa paling sibuk bagi murid maupun guru? Tolong pahami situasi dong.” Ia memandangi Yuuki dan Tsukasa secara bergantian. “Kalian mengerti? Dan kalau sudah mengerti, cepat kerjakan tugas kalian.”
Tsukasa angkat bicara. “Yamada, aku tadi…”
“Etetetet… Tidak ada alasan lagi.” sergah Yamada sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya.
“Tsukasa, kau sudah menemukan Yuuki? Ahh… Kau di sini Yuuki? Kau dipanggil Kak Seto di ruang OSIS. Ayo ikut aku.” Misa menggandeng tangan Yuuki dan cepat-cepat meninggalkan Tsukasa dan Yamada. “Oh ya Tsukasa, terima kasih sudah menemukan Yuuki.”
“Eh? Jadi kamu bukan berniat untuk bolos Tsukasa?”
Tsukasa melipat tangannya. “Kau pikir bagaimana Yamada?”
“Kalau begitu maafkan aku. Kau tau sendiri, kan? Bagaimana diriku ini? Jika sudah bicara tentang pekerjaan maka…”
“STOP!” Tsukasa menghentikan kata-kata Yamada dengan kedua tangannya. “ Lebih baik kita lanjutkan pekerjaan kita dari pada kita di sini.”
“Ah… Baiklah.” Jawab Yamada menurut.

Di ruang OSIS.

“Selamat siang?”
“Hai Yuuki. Lama tidak bertemu. Bagaimana keadaanmu dan keluargamu?”
“Kurasa baik.” Alis Yuuki terangkat.“ Senior tidak memanggilku ke sini hanya untuk menanyakan kabarku kan?”
Seto tertawa. “Tentu saja tidak. Ada hal yang ingin kutanyakan padamu. Bukankah kau ketua club merangkai bunga kan, Yuuki?” Tanya Kak Seto pada Yuuki.
“Iya. Ada keperluan apa sehingga senior yang ketua osis ini memanggilku?”
Seto berpikir, kenapa Yuuki begitu sopan padanya. “Hmm… Kenapa cara bicaramu begitu sopan padaku Yuuki? Bukankah kita ini teman lama?”
Yuuki berpikir sebentar. “Yah… Kukira ini akan membuat senior senang. Apa senior keberatan?”
Seto tersenyum. “Wah… Kalau begitu lanjutkan sajalah.”
“Dan… Kita ke topik semula. Ada apa senior memanggilku?”
Wajah Seto berubah menjadi serius. “Begini, sebenarnya kami membutuhkan bantuanmu.”
“Bantuan apa? Kenapa wajah senior menjadi serius begini?”
“Maukah clubmu membantu kami menghias setiap jalan masuk  festival ini dengan bunga dan keahlianmu memperindahkannya?”
Yuuki tersenyum senang. “Itu suatu kehormatan. Tachibana Yuuki siap membantu. Serahkan saja pada kami. Senior tenang saja. Percayakan pada kami.”
“Baiklah.” Seto membungkukkan badannya. “ Terimakasih banyak. Kami akan sangat terbantu. Mohon kerjasamanya.”
Yuuki membalas membungkuk. “Sama-sama. Mohon kerjasamanya juga.”

Di ruang club merangkai bunga.

Ruangan ini terbuat dari kaca, atau tepatnya biasa disebut sebagai rumah kaca. Banyak jenis tumbuhan yang ditanam di dalam rumah kaca ini. Berbagai macam bunga pun ada dengan macam-macam warna dan makna.
“BRAAKK!” yuuki membanting pintu ruang club dengan nafas yang terengah-engah. Lalu dia tersenyum pada seluruh anggota club yang ada di ruangan itu. “Kita.. hosh.. hosh… mendapat… kan… tawa…ran… hosh…hosh… besar… dari… O…SIS.”
“Bernafaslah dulu ketua, baru kau katakan apa yang ingin kau katakan.”
Yuuki mengatur nafasnya.
Setelah merasa nafas Yuuki sudah normal, Ai sang wakil ketua club meminta Yuuki untuk menjelaskannya pelan-pelan. “Jadi, apa yang ingin kau katakan?”
“Kita mendapat tawaran besar dari OSIS.” Yuuki menjawabnya dengan semangat.
“Tawaran besar? Tawaran besar apa?” Tanya Ai.
“Tadi ketua OSIS memanggilku. Lalu meminta kita untuk membantu OSIS menghias setiap jalan masuk festival dengan bunga. ”
Ai yang tadinya berwajah senang kini berubah menjadi agak khawatir. “Benarkah itu ketua? Itu memang suatu kehormatan untuk kita. Tapi, biasanya OSIS kan membayar orang lain untuk melakukannya? Lagipula ini kan tawaran yang lumayan sulit untuk kita. Apa kita bisa menyelesakannya dengan baik? Kita juga belum pernah menerima tawaran yang sebesar ini.”
Semua anggota club merasa senang dan juga khawatir. Senang  karena sekarang sudah mendapatkan pengakuan dari OSIS. Dan khawatir karena takut tidak bisa menyesuaikan dengan selera para anggota OSIS.
 Dahulu, OSIS bahkan tidak menggubris adanya club merangkai bunga. Mereka pikir merangkai bunga hanyalah mencampurkan berbagai macam bunga menjadi satu. Padahal merangkai bunga merupakan seni yang memanfaatkan tanaman peliharaan maupun tanaman liar menjadi sesuatu yang bisa dinikmati keindahannya. Merangkai bunga lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga. Rangkaian bunga menciptakan harmoni dalam bentuk garis, ritme, dan warna. Dalam merangkai bunga tidak mementingkan keindahan bunga, tetapi pada perasaan dan pada aspek pengaturannya.
Yuuki berpikir sebentar. “Memang iya sih. Tapi kali ini senior Seto sendiri yang memintanya kepadaku. Bagaimana mungkin aku menolaknya? Lagipula sepertinya ini menarik. Memang sih, semenjak club ini berdiri kita hanya mendapat tawaran membuat buket bunga saja. Tapi…” Yuuki meletakan kedua tangannya di pinggangnya. “Apakah kalian melupakan seseorang yang ahli dalam bidang ini, hah?”
Anggota club terlihat bingung, salah satunya Sayako. “Tapi, bukankah anggota club ini hanya ada enam orang?” Sayako menghitungnya dengan jari tangannya. “Ketua, Ai, aku, Naomi, Kyoko, Chika, dan pembimbingnya Matsuyama sensei (guru). Hanya itu kan?”
Anggota lain menyetujui pernyataan Sayako dengan mengangguk-anggukan kepala mereka. Dan merasa heran kenapa di club ini ada yang lebih berpengalaman.
Yuuki merasa lebih heran lagi. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan mengangkat kedua tangannya. “Ahh… Kasian, ternyata ia sudah dilupakan oleh seluruh anggota club ini.” Lalu mimik mukanya berubah menjadi serius. “Apa kalian lupa kalau club kita juga punya penasehat club?”
Naomi menepuk tangannya sendiri. “Ah! Iya. Hasegawa sensei! Bagaimana kita bisa melupakannya?”
Yuuki merasa lega. “Akhirnya ia tidak jadi terlupakan.”
“Karena ia tidak pernah kelihatan, kita jadi tak mengingatnya.” Kata Chika disertai anggukan teman-temannya. “Tapi, sekarang ia ada di mana?”
“Tentu saja di tempat kesayangannya, yaitu di toko bunga HIMAWARI. Aku akan memintanya ke sini.” Yuuki mengeluarkan ponsel dari balik sakunya.  
“Halo.”
“Hasegawa sensei, bisakah kau ke sekolah sekarang juga?”
“Maaf, aku bukan seorang guru sekolah seperti yang kau katakan.” Kata seseorang  dari balik telepon.
“Yah… Aku juga tau kalau kau bukan seorang guru sekolah. Dan yang aku tau, kau adalah penasehat club merangkai bunga SMA Tatsuno, kan?”
”Tachibana Yuuki?”
“Kau tidak menyimpan nomor ponselku sensei? Ataukah kau lupa siapa Tachibana Yuuki, keponakanmu? Dan baru sebentar kau ingat aku?” Jawab Yuuki tanpa jeda.
Hasegawa tertawa. “Tolong maafkan hamba tuan putri. Ponsel hamba pernah mengalami perbaikan sehingga data yang tersimpan di dalamnya terhapus seluruhnya, termasuk nomor ponsel anda tuan putri.” Gurau Hasegawa.
Yuuki menanggapi gurauan Hasegawa. “Baiklah, kukira itu sudah bisa menjadi alasan. Jadi, kuperintahkan kau untuk kesini.”
Hasegawa tertawa terkekeh-kekeh. “Baiklah cantik. Aku akan segera ke sana.”
“Hey, kalau seperti itu, suaramu terdengar seperti seorang banci.” Ejek Yuuki.
“Berarti aku punya bakat.” Canda Hasegawa.
Yuuki mulai kesal. “Ah… sudahlah! Cepat kau ke sini!”
Hasegawa belum menghentikan tawanya. “Baiklah, aku ke sana sekarang juga. Sampai bertemu nanti.”

Seorang laki-laki berumur sekitar 27 tahun terlihat memasuki ruangan club merangkai bunga. Wajahnya terlihat tampan dan badanya pun tinggi dan berisi. Pasti banyak wanita yang menyukainya. Ia terlihat kebingungan saat memasuki ruangan, karena tidak ada satu anggotapun di club merangkai bunga yang ada di ruangan clubnya. Ah… ternyata dugaannya salah. Ada seorang gadis yang duduk di sudut ruangan itu. Gadis itu terlihat serius pensil dan buku yang lumayan tebal. Ia lalu mendekati gadis itu dan memeluknya dari belakang. “Haii keponakanku yang manisss! Sedang apa kau di sini sendiri? Mana teman-temanmu yang lain?”
Yuuki kaget karena ada seseorang yang tiba-tiba memeluknya. Ia pun memukulkan bukunya ke orang itu. “Apa-apan kau? Cari masalah ya Hasegawa? Dasar om-om.”
Hasegawa melenguh. “Kau tega sekali memukulku. Padahal waktu kecil kau suka sekali kugendong.
“Kau mau mengajakku ribut ya?” Tantang Yuuki.
“Baiklah… baiklah. Sekarang di mana teman-temanmu?”
“Entahlah. Ku kira mereka sedang punya urusan pribadi.”
“Oh… Lalu, kau sedang apa?”
“Sedang menggambar sketsa untuk hiasannya. Aku bingung memilih tema tentang apa. Dan aku juga ragu kalau para anggota OSIS tidak suka dengan tema ini.”
“Kenapa kau tidak bertanya saja pada yang bersangkutan?”
“Ah, benar juga. Kadang-kadang kau berguna juga Hasegawa sensei.”
“Hei hei… Aku penasehat kalian jadi, jangan remehkan aku.”
“Baiklah. Kurasa anggota yang lain akan datang sebentar lagi. Aku akan menemui ketua OSIS dulu. Tolong tunggu di sini ya sensei?” Yuuki melambaikan tangannya.

Di ruang OSIS.

Yuuki sampai di depan ruan OSIS. Ia membuka pintu ruangan itu dengan hati-hati. Ruangan itu terasa sepi. Hanya ada seorang saja di dalam sana. Orang itu berdiri melihat ke luar jendela. “Senior?” sapa Yuuki.
Seto tersadar dari lamunanya. “Ah, kau rupanya Yuuki. Ada apa?”
“Begini, aku kesulitan untuk menentukan tema yang harus kita angkat dalam menghias jalan masuk nanti. Apakah senior ada usulan?” Yuuki langsung menyatakan permasalahan yang sedang ia hadapi.
“Begitu ya? Hmm… Mungkin aku ada ide.” Seto memandang Yuuki. “Festival ini kan mengenai ulang tahun sekolah. Jika ada seseorang yang ulang tahun, apa yang akan kau lakukan?”
“Kurasa memberikannya selamat dan kado.” Jawab Yuuki ragu-ragu.
“Itu juga tidak salah sih. Tapi, kita juga berharap agar dia lebih baik dari sekarang bukan? Bagaimana kalau temanya tentang harapan untuk menjadi yang lebih baik?”
Yuuki berpikir sejenak. “Kurasa itu ide yang sangat bagus.”
Tsukasa muncul dari balik pintu. “Kakak?” Ia melihat kakaknya dan Yuuki sedang berbincang-bincang. “Kau di sini Yuuki?”
“Ada apa Tsukasa?” Tanya Seto.
Wajah Tsukasa terlihat gugup. “Tidak apa-apa. Nanti saja aku beri tahu. Kalian sedang apa?”
“Kami sedang membahas tentang tema hiasan festival nanti” Yuuki ikut menyela.
“Kau ini, kalau membahas masalah bunga pasti semangat.” Kata Tsukasa kepada Yuuki.
Yuuki menimpalinya. “Tidak ada yang melarang kok.”
“Baiklah kalian berdua, tolong hentikan. Sudah lama kita tidak berkumpul bertiga seperti ini. Nikmatilah saat-saat seperti ini.” Sela Seto.
Yuuki menunjuk Tsukasa. “Aku tidak mau menikmati ini dengannya.” Ia pun pergi begitu saja.
“Kurasa kau di benci ya Tsukasa?” Tanya Seto.
“Apa menurut kakak begitu?” Tsukasa diam sesaat. “Aku juga merasa begitu.”

Di ruang club merangkai bunga.

“Kau sudah membicarakannya?” Tanya Hasegawa kepada Yuuki yang baru saja masuk ke ruangan.
“Ya. Aku sudah mendapatkan ide yang bagus. Aku akan mengangkat tema tentang sesuatu yang baik. Bagaimana?”
“Aku suka tema itu ketua.” Kata Ai.
“Kalian sudah di sini rupanya. Dari mana saja kalian?” Tanya Yuuki kepada temannya.
“Maaf ketua. Kita ada urusan kecil.” Jawab Ryoko sambil matanya berkedip genit kepada Hasegawa sensei. Saat itu Hasegawa sensei juga melihatnya. Sepertinya Hasegawa sensei merasa tidak enak kalau dipandangi seperti itu.
Hasegawa megalihkan pandangan matanya. “Jadi, konsep apa yang akan kau buat?”
“Kurasa aku akan memakai bunga almond yang berarti harapan, aster untuk cinta, lalu chamomile untuk kesabaran, chrysanthemum white untuk kebenaran, crocus untuk kebahagiaan, daisy untuk kesucian, zinnia white untuk kebaikan. Bagaimana sensei?”
“Tidak buruk. “ Puji Hasegawa. ”Dan kalau boleh, aku mengusulkan beberapa bunga lagi, yaitu poppy yellow untuk kesuksesan, rose hibiscus untuk kecantikan yang lembut, bluebell untuk keteguhan, lalu calendula untuk kegembiraan.”
“Kita sesuaikan bunga-bunganya. Kita padukan bunga yang mempunyai warna yang sama menjadi satu, lalu kita kelilingi dengan bunga yang berwarna putih. Jika sudah selesai, kita pasang di sepanjang jalan menuju festival. Dan gerbang utama kita bagikan buket-buket bunga kepada pengunjung. Bagaimana?” Yuuki menunggu reaksi dari Hasegawa.
Hasegawa berpikir sejenak tentang konsep yang dijelaskan oleh Yuuki. “Kurasa itu bagus. Dan jangan lupa kau menghias pintu utamanya dengan warna yang enak dipandang mata.”
Yuuki berdiri dari duduknya dan meletakan kedua telapak tangannya di atas meja. “Baiklah, mulai besok kita harus berjuang. Kalian siap kan teman-teman?”
“Kami siap ketua!” jawab mereka serentak.
Hasegawa tersenyum. “Baiklah kalau begitu, berjuanglah.”

Di ruang OSIS.

“Tadi kau mau bilang apa Tsukasa?” Tanya Seto kepada adiknya.
Tsukasa tergagap. “Begini… Apa kakak tidak punya maksud lain kepada Yuuki?”
Seto bingung dengan apa yang dikatakan adiknya. “Apa maksudmu?”
“Tidak biasanya kakak menyerahkan tugas untuk menghias jalan masuk festival pada orang dalam kan? Dan kenapa sekarang kakak malah memakai orang dalam?”
“Ternyata itu? Aku hanya ingin mengetahui bakatnya saja. Tidak lebih. Kenapa kau tanya seperti itu?”
“Ah, tidak. Hanya penasaran saja. Dari dulu kan kakak sering menjahilinya diam-diam. Kukira kakak belum berubah.”
“Kau mengkhawatirkannya ya?”
Tsukasa berpikir. “Kurasa tidak.”

SMA Tatsuno 10 juni, 10.00 AM. Hari Festival Ulang Tahun Sekolah.

“Ini indah sekali.” Alis Seto terangkat. “Apakah benar ini clubmu yang mengerjakannya?”
Yuuki sangat bangga dengan hasil jerih payahnya dan anggotanya. “Tentu saja. Senior pasti tercengang melihatnya.”
“Kuakui itu. Untuk pekerjaan yang baru pertama kali kau lakukan, kau cukup pintar. Kurasa clubmu nanti akan menerima banyak tawaran.”
“Kakak jangan terlalu memujinya. Kalau terlalu banyak dipuji nanti kemampuan yang ia miliki akansemakin  berkurang. Lagi pula banyak orang yang lebih ahli daripada dia.” Sela Tsukasa.
Yuuki mulai naik darah. “Apa maksud kata-katamu itu, hah? Aku memang benci padamu.”
Tsukasa merasa dirinya menang karena ia berhasil membuat Yuuki marah. Tsukasa mengangkat kedua tangannya. “Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu.”
“Tsukasa bodoh!”
“Terserah.”
“Tsukasa jelek!”
“Tapi pada kenyataannya aku adalah seorang pria tampan.”
Seto sudah angkat tangan untuk melerai mereka. “Kalian lanjutkan saja pertengkaran kalian. Aku akan pergi.”
Tsukasa berlari kecil menuju Seto. “Ah, kak. Aku ikut.”
Yuuki mengikuti mereka. “Hey! Aku belum selesai denganmu!”

THE END

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar