Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

RESENSI FILM DENIAS, SENANDUNG DI ATAS AWAN


JUDUL FILM                 : Denias, Senandung di Atas Awan
PENULIS                       : Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa
PRODUSER                  : Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale
SUTRADARA                : John de Rantau
TAHUN PRODUKSI     : 2006 
DURASI                        : 110 Menit
NAMA PEMAIN           :
·         Albert Tom Joshua Fakdawer
·         Ari Sihasale
·         Nia Zulkarnaen
·         Marcella Zalianty
·         Michael Jakarimilena
·         Pevita Eileen Pearce
·         Mathias Muchus
·         Audrey Papilaya

Denias, Senandung di Atas Awan merupakan sebuah film yang wajib ditonton oleh mereka yang peduli tentang pendidikan di Indonesia. Film ini diambil dari kisah nyata yang memberikan banyak motivasi untuk tetap semangat mencari ilmu.
Skenario film ini ditulis oleh Jeremias Nyangoen dan Monty Tiwa. Jeremias Nyangoen (lahir di Pontianak, 29 Juni 1968) adalah seorang aktor Indonesia yang dikenal memerankan Sumanto dalam film “Kanibal-Sumanto” pada tahun 2004. Monty Tiwa (lahir di Jakarta, 28 Agustus 1976) adalah seorang sutradara dan seorang penulis skenario asal Indonesia. Dia jiga dikenal sebagai produser film, penyunting film, dan pencipta lagu. Ia pernah bekerja di Trans TV sebagai Creative Writer (2002-2003), di RCTI sebagai Head Section (2003-2004), dan di MNC sebagai Creative Director (2004-2005). Kini Monty Tiwa bekerja sebagai penulis lepas dan sutradara. Skenario karya Monty Tiwa adalah “Andai Ia Tahu”, “Vina Bilang Cinta”, “Biarkan Bintang Menari”, “9 Naga”, “Juli di Bulan Juni”, “Mengejar Mas-mas”, “Otomatis Romantis”, “XL”, “Antara Aku, Kau, dan Mak Erot”, “Kalau Cinta Jangan Cengeng”, “Antara Aku, Kau, dan Saipul Jamil”, “XXL Double Extra Large”. Penghargaan yang pernah diraih oleh Monty Tiwa antara lain, Skenario Terbaik (Film Cerita Lepas), Piala Vidia FFI 2005 untuk Juli di Bulan Juni, Penata Sunting Terbaik Piala Vidia FFI 2006 untuk Ujang Panty 2, Penulis Skenario Cerita Asli Terbaik Piala Citra di FFI 2006 untuk Denias, Senandung di Atas Awan.
 Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak pedalaman Papua yang bernama Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Seluruh setting lokasi dilakukan di Pulau Cendrawasih ini. Cerita dalam film ini merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang anak Papua yang bernama Janias.
Sebuah film yang harus ditonton oleh meraka yang mengaku peduli dengan dunia pendidikan di Indonesia. Sebuah film yang membuka pandangan kita tentang betapa pendidikan yang layak di negeri ini masih sangat mahal, masih sangat rumit dan masih banyak diskriminasi-diskriminasi yang tidak masuk akal.
Dalam film ini juga dapat kita lihat keindahan Provinsi Papua yang berhasil direkam dengan begitu indahnya.
Keunggulan film DENIAS “Senandung di Atas Awan” adalah dari tema yang diangkat adalah pendidikan. Ini memberikan nilai positif dari film tersebut, karena sangat sedikitnya film pendidikan yang di angkat dengan kenyataan sekarang yang maraknya film horror dan cinta yang di angkat menjadi tema. Film DENIAS ini bisa dijadikan contoh sebagai produser-produser lain agar tetap menjalankan nilai pendidikan dalam film mereka. Sedangkan kelemahan dari film ini adalah karena ceritanya sangat sederhana dan penyampaiannya sangat monoton. Kadang membuat orang malas untuk menonton walaupun tema yang di angkat bagus.
Tema yang diangkat oleh cerota ini adalah tentang film pendidikan, yaitu perjuangan seorang anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan usaha yang dia lakukan sehingga mendapatkan sekolah gratis. Amanat yang terkandung dalam film ini, yaitu memberikan semangat yang luar biasa dari seorang anak pedalaman Papua untuk sekolah kepada kita dan memberikan semangat untuk memperjuangkan apa yang kita inginkan. Alur ceritanya menggunakan alur maju atau progresif, karena ceritanya runtut dari Denias mendapatkan pendidikan di sekolah darurat dekat tempat tinggalnya sampai mendapatkan sekolah di kota. Tokoh-tokoh dengan karakter yang diperankan dalam film tersebut menjadi kekuatan dalam film tersebut. Sudut pandang cerita ini berdasarkan kisah nyata seorang anak pedalaman Papua yang bernama Janias yang mempunyai semangat tinggi untuk mendapatkan pendidikan dan sekarang Janias kuliah di Australia.
Sebagian besar lokasi syuting film ini ertempat di daerah kerja PT. Freeport Indonesia, sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan tembaga dan emas di Papua. Lokasi perkampungan Denias mengambil tempat di kawasan pegunungan Wamena. Rumah-rumah yang dipakai syuting merupakan rumah asli masyarakat setempat, namun ada sebagian yang dibangun untuk kebutuhan syuting. Sebagian penduduk setempat juga merupakan figuran. Syuting sekolah Denias bertempat di SD-SMP YPJ Kuala Kencana. Sebagian besar figuran dalam adegan sekolah film ini merupakan siswa-siswi YPJ Kuala Kencana. Tempat-tempat lain yang juga digunakan dalam film ini adalah Kota Timika dan Kuala Kencana.
Film Senandung di Atas Awan, memperlihatkan sisi kehidupan papua yang benar-benar masih murni suku pedalaman. Hal ini dapat dilihat dari pakaian. Pakaian penduduk asli pedalaman masih di tunjukan dengan pakaian adat Papua, masih menggunakan koteka walupun sebagian sudah mengenal pakaian penutup. Tapi di dalam film ini benar-benar tidak merubah adat kebiasaan orang pedalaman disana, rumah adat desa Wamena, logat bahasa juga sangat kental sekali. Sehingga film ini terlihat benar-benar murni. Dalam film ini di gambarkan secara jelas kehidupan di suku pedalamannya dari kebudayaannya. Contoh dalam film tersebut di gambarkan anak yang sudah beranjak dewasa diwajibkan memakai koteka dan setelah upacara pemakaian koteka tersebut dipisahkan tempat untuk laki-laki dan perempuan dan juga dalam upacara berkabung di Papua, suami yang istrinya meninggal, jarinya dipotong untuk menandakan bahwa suami itu duda dan tradisi mandi Lumpur, dll. Ilustrasi Musik yang dipakai sekaligus soundtrack film ini dinyanyikan langsung oleh Albert pemeran Denias. Lumayan bagus sesuai dengan isi film tersebut, kesan dramatik lumayan muncul dalam film tersebut tetapi sedikit terlalu berlebihan dalam film tersebut. Teknik pengambilan gambar lumayan bagus saat seluruh wilayah kepulauan Cendrawasih di tampilkan seluruhnya sangat bagus. Dan pengambilan gambar di sekitar desa di pedalaman itu sangat bagus. Dalam film ini benar- benar ingin menonjolkan keindahan kepulauan Cendrawasih.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

BlankOn mengatakan...

PERTAMAX!!

Posting Komentar